Kota Padang memiliki garis pantai sepanjang 84 km dan pulau kecil sebanyak 19 buah (diantaranya yaitu pulau sikuai dengan luas 4.4 Ha di
Kota Padang terletak di pantai barat pulau sumatra. dengan luas keseluruhan kota Padang adalah 694,96 km² atau setara dengan 1,65% dari luas provinsi Sumatera Barat. Dari luas tersebut, lebih dari 60%, yaitu ± 434,63 km², merupakan daerah perbukitan yang ditutupi hutan lindung, sementara selebihnya merupakan daerah efektif perkotaan.
Kota Padang memiliki garis pantai sepanjang 84 km dan pulau kecil sebanyak 19 buah (diantaranya yaitu pulau sikuai dengan luas 4.4 Ha di kecamatan bungus seluas 25 Ha dan pulau pisang gadang di kecamatan padang selatan. Daerah perbukitan membentang dibagian timur dan selatan kota. Bukit-bukit yang terkenal di kota Padang di antaranya adalah Bukit Lampu, Gunung Padang, Bukit Gado-Gado, dan Bukit Pegambiran.
Wilayah daratan kota Padang ketinggiannya sangat bervariasi, yaitu antara 0 m sampai 1.853 m di atas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah kec lubuk kilang, Suhu udaranya cukup tinggi, yaitu antara 23 °C-32 °C pada siang hari dan 22 °C-28 °C pada malam hari, dengan kelembabannya berkisar antara 78%-81%. Kota Padang memiliki banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan 16 sungai kecil, dengan sungai terpanjang yaitu batang kandi. sepanjang 20 km. Tingkat curah hujan kota Padang mencapai rata-rata 405,58 mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 17 hari per bulan. Tingginya curah hujan membuat kota ini cukup rawan terhadap banjir, pada tahun 1980 2/3 kawasan kota ini pernah terendam banjir karena saluran drainase kota yang bermuara terutama ke batang arau tidak mampu lagi menampung limpahan air tersebut.seluas 25 Ha dan pulau pisang gadang di kecamatan padang selatan. Daerah perbukitan membentang dibagian timur dan selatan kota. Bukit-bukit yang terkenal di kota Padang di antaranya adalah Bukit Lampu, Gunung Padang, Bukit Gado-Gado, dan Bukit Pegambiran.
Wilayah daratan kota Padang ketinggiannya sangat bervariasi, yaitu antara 0 m sampai 1.853 m di atas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah lubuk kilang Suhu udaranya cukup tinggi, yaitu antara 23 °C-32 °C pada siang hari dan 22 °C-28 °C pada malam hari, dengan kelembabannya berkisar antara 78%-81%.
Kota Padang memiliki banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan 16 sungai kecil, dengan sungai terpanjang yaitubatng kandis sepanjang 20 km. Tingkat curah hujan kota Padang mencapai rata-rata 405,58 mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 17 hari per bulan. Tingginya curah hujan membuat kota ini cukup rawan terhadap banjir, pada tahun 1980 2/3 kawasan kota ini pernah terendam banjir karena saluran drainase kota yang bermuara terutama ke batang arau tidak mampu lagi menampung limpahan air tersebut.
=== Etnis ===
Penduduk kota Padang sebagian besar beretnis [[Suku Minangkabau|Minangkabau]]. Etnis lain yang juga menjadi penghuni adalah [[suku Jawa|Jawa]], [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]], [[suku Nias|Nias]], [[suku Mentawai|Mentawai]], [[suku Batak|Batak]], [[suku Aceh|Aceh]] dan [[Tamil]].
Orang Nias sempat menjadi kelompok minoritas terbesar pada abad ke-19. VOC membawa mereka sebagai [[budak]] sejak awal abad ke-17. Sistem perbudakan diakhiri pada tahun [[1854]] oleh Pengadilan Negeri Padang. Pada awalnya mereka menetap di Kampung Nias, namun kemudian kebanyakan tinggal di Gunung Padang. Cukup banyak juga orang Nias yang menikah dengan penduduk Minangkabau. Selain itu, ada pula yang menikah dengan orang Eropa dan Tionghoa. Banyaknya pernikahan campuran ini menurunkan persentase suku Nias di Padang.<ref name="Rusli"/>
Belanda kemudian juga membawa suku Jawa sebagai pegawai dan [[tentara]], serta ada juga yang menjadi pekerja di perkebunan. Selanjutnya, pada abad ke-20 orang Jawa kebanyakan datang sebagai [[transmigran]]. Selain itu, suku [[suku Madura|Madura]], [[Maluku|Ambon]] dan [[suku Bugis|Bugis]] juga pernah menjadi penduduk kota Padang, sebagai tentara Belanda pada masa [[perang Padri]].
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Mensen op de kade van Padang aan de westkust van Sumatra op de achtergrond het vertrekkende mailschip 'Insulinde' met aan boord Gouverneur-Generaal Van Limburg Stirum. TMnr 60013119.jpg|thumb|Suasana pelabuhan [[Pelabuhan Teluk Bayur|Emmahaven]] saat menyambut Gubernur jenderal [[Johan Paul van Limburg Stirum]] sekitar tahun [[1916]]]]
Penduduk Tionghoa datang tidak lama setelah pendirian pos VOC. Orang Tionghoa di Padang yang biasa disebut dengan Cina Padang, sebagian besar sudah membaur dan biasanya [[bahasa Minangkabau|berbahasa Minang]].<ref name="Rusli"/> Pada tahun [[1930]] paling tidak 51% merupakan perantau keturunan ketiga, dengan 80% adalah Hokkian, 2% Hakka, dan 15% Kwongfu.
Suku Tamil atau keturunan [[India]] kemungkinan datang bersama tentara [[Inggris]]. Daerah hunian orang Tamil di Kampung Keling merupakan pusat niaga. Sebagian besar dari mereka yang bermukim di kota Padang sudah melupakan budayanya.<ref>{{cite book|title=Paco-Paco (Kota) Padang|last=Colombijn|first=Freek|pages=69-77}}</ref>
Orang-orang Eropa dan [[Orang Indo|Indo]] yang pernah menghuni kota Padang menghilang selama tahun-tahun di antara kemerdekaan (1945) dan nasionalisasi perusahaan Belanda (1958)
Orang Minang di kota Padang merupakan perantau dari daerah lainnya dalam provinsi Sumatera Barat. Pada tahun [[1970]], jumlah pendatang sebesar 43% dari seluruh penduduk, dengan 64% dari mereka berasal dari daerah-daerah lainnya dalam provinsi Sumatera Barat. Pada tahun [[1990]], dari jumlah penduduk kota Padang, 91% berasal dari etnis Minangkabau.
.=== Agama ===
Mayoritas penduduk kota Padang memeluk agama [[Islam]]. Kebanyakan pemeluknya adalah orang Minangkabau. Agama lain yang dianut di kota ini adalah [[Kekristenan|Kristen]], [[Agama Buddha|Buddha]], dan [[Agama Khonghucu|Khonghucu]], yang kebanyakan dianut oleh penduduk bukan dari suku Minangkabau.
Beragam tempat peribadatan juga dijumpai di kota ini. Selain didominasi oleh [[masjid]], [[gereja]] dan [[klenteng]] juga terdapat di kota Padang.[[Berkas:Masjidrayaganting.jpg|thumb|[[Masjid Raya Ganting]]]]
[[Masjid Raya Ganting]] merupakan masjid tertua di kota ini, yang dibangun sekitar tahun [[1700]].
Sebelumnya masjid ini berada di kaki Gunung Padang sebelum dipindahkan ke lokasi sekarang. Beberapa tokoh nasional pernah [[salat]] di masjid ini diantaranya [[Soekarno]], [[Mohammad Hatta|Hatta]], [[Hamengkubuwana IX]] dan [[Abdul Haris Nasution|A.H. Nasution]].<ref name="Masjid">{{cite book|title=Masjid-masjid bersejarah di Indonesia|last= Zein|first=Abdul Baqir|year=1999|publisher=Gema Insani|id=ISBN 979-561-567-X}}</ref> Bahkan Soekarno sempat memberikan [[pidato]] di masjid ini.<ref>{{cite book|title=Bung Karno dan Islam: kumpulan pidato tentang Islam, 1953-1966|last=Soekarno|first=|year=1990|publisher=Haji Masagung|id=ISBN 979-412-167-3}}
Masjid ini juga pernah menjadi tempat embarkasi [[haji]] melalui pelabuhan Emmahaven (sekarang Teluk Bayur) waktu itu, sebelum dipindahkan ke Asrama Haji Tabing sekarang ini.<ref>tourism.padang.go.id [http://tourism.padang.go.id/index.php?tourism=destinations&id=59 Masjid Raya Gantiang] (diakses pada 10 November 2010)Gereja [[katholik]] dengan arsitektur Belanda telah berdiri sejak tahun [[1933]]di kota ini, walaupun ''[[French Jesuits]]'' telah mulai melayani umatnya sejak dari tahun [[1834]], seiring bertambahnya populasi orang Eropa waktu itu.
Dalam rangka mendorong kegairahan penghayatan kehidupan beragama terutama bagi para penganut agama Islam pada tahun [[1983]] untuk pertama kalinya di kota ini diselenggarakan ''[[Musabaqah Tilawatil Quran|Musabaqah Tilawatil Qur'an]]'' (MTQ) tingkat nasional yang ke-13.
== Pers dan Media ==
Kota Padang, sejak zaman Hindia-Belanda sudah menjadi tempat penerbitan surat kabar. ''Sumatera Courant'' merupakan koran pertama yang terbit di kota Padang, bahkan Sumatera antara tahun [[1859]]
''Trübner's American and Oriental literary record, Issues 1-24'', (1865), Trübner & Co. serta disaat bersamaan juga muncul ''Padangsche Nieuws en Advertentieblad'' pada [[17 Desember]] [[1859]] oleh R.H. Van Wijk Rz. Setelah itu, kota Padang banyak menerbitkan koran-koran [[Bahasa Melayu|berbahasa Melayu]], [[Bahasa Belanda|Belanda]], dan [[Bahasa Tionghoa|Tionghoa]], diantaranya ''Padangsche Handelsblad'' ([[1871]]) oleh H.J. Klitsch & Co, ''Bentara Melayu'' ([[1877]]) oleh Arnold Snackey, ''Pelita Kecil'' ([[1 Februari]] [[1886]]) oleh [[Mahyuddin Datuk Sutan Maharadja|Mahyuddin Datuk Sutan Marajo]], ''Pertja Barat'' ([[1892]]) di bawah pimpinan [[Dja Endar Moeda]], ''Tjahaya Soematra'' ([[1897]]) oleh Mahyuddin Datuk Sutan Marajo, ''De Padanger'' ([[1900]]) oleh J. van Bosse, ''Warta Berita'' ([[1901]]) oleh Mahyuddin Datuk Sutan Marajo, dan banyaknya surat kabar yang dipimpin Mahyuddin Datuk Sutan Marajo serta aktifitasnya di dunia pers, dikemudian hari ia dianggap sebagai perintis pers di Sumatera.<ref>
Selanjutnya, pada tahun [[1911]], muncul surat kabar ''Soeting Melajoe'' yang merupakan surat kabar khusus perempuan, yang dikelola oleh [[Rohana Kudus]]. Pada tahun yang sama juga muncul surat kabar dua mingguan yang bernama ''al-Munir''.''Sejarah Indonesia Modern 1200–2008'', Penerbit Serambi, ISBN 978-979-024-115-2.</ref> Berikutnya tahun [[1914]] muncul ''Sinar Soematra'', kemudian dikelola oleh [[Liem Koen Hian]] seorang tokoh nasionalis Tionghoa, yang menjadi redaksi tahun [[1918]]-[[1921]], di tahun yang sama juga telah muncul ''Bintang Tionghoa'', ''Soeara Rakjat'', ''Warta Hindia'', ''Sri Soematra'', ''Soematra Tengah'', dan ''Oetoesan Melajoe''.
Hingga saat ini kota Padang masih menjadi kota penerbitan surat kabar, diantaranya yang cukup terkenal adalah [[Harian Haluan]] dan Singgalang. Kedua surat kabar ini masih konsisten menyediakan rubrik dalam [[bahasa Minang]].<ref>Pusat Penelitian dan Pengembangan Kemasyarakatan dan Kebudayaan, (1999), ''Pesona bahasa Nusantara menjelang abad ke-21'', hlm. 46, Kepustakaan Populer Gramedia, ISBN 978-979-9023-34-6.
Beberapa stasiun radio juga terdapat di kota ini, seperti RRI Padang,
Stasiun radio ini memainkan peranan penting, terutama dalam kasus gempa bumi 30 September 2009, di saat beberapa media komunikasi dan informasi tidak dapat diakses oleh masyarakat, stasiun radio ini dapat mengudara dan menyampaikan informasi dari pemerintah setempat kepada seluruh masyarakat, 30 menit setelah gempa bumi tersebut sehingga sedikit banyaknya mengurangi kepanikan yang timbul di masyarakat saat itu.<ref>www.jtic.org [http://www.jtic.org/index.php?option=com_phocadownload&view=category&download=1314%3A30-minutes-in-the-city-of-padang&id=11%3Aiba-pang-impormasyon-pinagkukunan-mga-pahayagan&Itemid=510&lang=tl 30 Minutes in the City of Padang]
Selain TVRI Sumatera Barat yang berada di kota Padang, juga terdapat beberapa stasiun TV swasta yang beroperasi di kota ini, diantaranya [[Padang TV]] dan [[Favorit TV]]. Setelah bergulirnya otonomi daerah, TVRI Sumatera Barat yang pendanaannya dibebankan kepada APBD kota/kabupaten di Sumatera Barat sempat dipertanyakan oleh beberapa pemerintah kota dan kabupaten yang menuntut komitmen TVRI Sumatera Barat untuk memberikan kontribusi yang jelas kepada mereka,